Pages

Monday, January 18, 2010

Selepas Mengantar Ayah

(1)
aku lalui juga
kelak-kelok rute perbukitan
turun ke rerimbun
rumpun bambu dan
pohon-pohon randu

genang kenang Sungai Kening
tenang seolah madu
mengalir ke taman
istirahmu

doa atau
dosa yang kutabur
bersama bunga
atas masa-masa yang
telah sirna




(2)
sepertiku
kau lewati juga
kelak-kelok rute kehidupan
jatuh ke rerimbun rumpun
kepedihan

genang sungai kenang
tetes seolah deras hujan
mengalir dari mata-mata
hatimu

aku melihat musim masih
seperti sediakala
dan matahari pun terbit
dari arahnya

“kini aku reranting kering cuklek
tergolek terpejam
terbanting di ranjang,” sedu hatimu

'memang tak mudah, bukan?
melupakan yang pernah dominan,” hiburku
seolah tak ada kehilangan
pun tak ada kegetiran

aku ingat suatu saat
“aku harus kuat,” katamu tegar
seperti tlah mengakar
di kekar tekatmu

ada suara-suara
mungkin serupa puja-puji
di dalam sini
yang seharusnya
tak musti

lalu,
“sampai jumpa,” kau berkata
mengakhiri cerita
“sampai ketemu,” sahutku
seperti enggan
menyudahi sebuah waktu
mungkin sebuah harap
seperti sejenis
rindu


(3)
di antara riuh bunyi-bunyi
dalam sunyinya hati-hati
menyebut-nyebut Ya Rabbi
terselip juga sebuah nama
namamu juga

mencari-Mu
ataukah mencarimu
ketika rasa smakin
merajalela seolah takut
tak kan jumpa


(4)
siapa terisak sesak
tumpahkan rindu, juga segala pilu
pada gerimis minggu

oh sang waktu
engkau sisipkan juga
diantara helai-helai rinduku
kunci-kunci pintu
menuju citra maya-Mu
tidakkah rindu ini rindu-Mu


(5)
“engkau dimana?,” teriak bathinku
seperti memanggil-manggilmu
“aku disini, berdiri diantara ribuan hati,” pesanmu
“apa menanti?,” pikirku

akhirnya,
aku medekat menghampirimu
menjabat erat memandangimu
dalam kabut hatiku

happy to see you, Sis,” kataku setelah itu
happy to see you too,” katamu 
seperti sebuah sipu
tak mau menatapku

mungkin engkau mengeja
statistika tentang kita
“apakah ini jatuh cinta?” tanya benakku
“bukan, ini bukan jatuh cinta, ini jatuh gila,” sanggah hatiku

menggilaimu-Mu



Januari 2010

2 comments:

restu ashari putra said...

keren,mas....
sebuah pengucapan eksperimental yang matang dan penuh makna...

sya baca2 lagi ya...

Zawawi said...

suwun mas restu telah singgah disini.

Sepetak Sajak

Kau tidak menyebut nama-Ku
kau menyebut namamu

(Gatoloco, Asmaradana, Goenawan Mohammad)

----

aku ingin mencintamu dengan membabi buta-
dengan sebotol racun yang diteguk Romeo
tanpa sangsi yang membuat kematiannya jadi puisi

aku ingin kau mencintaiku dengan membabi buta
dengan sebilah belati yang ditikamkan Juliet
ke dada sendiri yang membuatnya jadi abadi

(Aku Ingin, Autobiografi, Saut Situmorang)