"bacalah," begitulah ungkap-Mu yang paling romantis itu dan semua seperti tersihir untuk menyitir dan mengungkapkannya.
lalu kami pun menjadi mahir untuk membaca dan meneriakkannya. namun kami hanya pandai membaca aksara-aksara yang ditulis oleh para tetangga, sedangkan ketika membaca huruf-huruf yang kami gores ke dada sendiri, kami menjadi gagu dan alpa.
Sidomoro, 18 November 2010
1 comment:
beberapa kali saya membaca puisi ini hingga ada sejenis rindu untuk terus melantunkan hati dengan bacaan-Nya
Post a Comment