Kesadaran burung adalah kesadaran seorang Pengembara yang melihat dunia sebagai sekedar tempat berpijak untuk hinggap, makan, istirahat, bermadu kasih, tidur, bersarang.
Makhluk berkedudukan tinggi yang selalu mengarahkan pandangan ke hamparan kehidupan dibawahnya. Kesadaran yang memiliki nilai lebih tinggi dibanding kesadaran hewan melata.
Dalam kesadaran burung itu sendiri:
- Ada kesadaran burung Gagak yang tak mampu terbang tinggi dan jauh; itulah kesadaran yang masih tercekam lingkaran angan-angan (al-wahm) yang memunguti serpihan-serpihan bangkai kemalasan dan cepat lupa diri jika dipuji-puji.
- Ada kesadaran burung Merak yang tak mampu terbang tinggi dan jauh: itulah kesadaran yang cenderung membusungkan dada dan membentangkan bulu-bulu untuk memamerkan keindahan citra dirinya sebagai yang terbaik dan terindah di antara segala burung.
- Ada kesadaran Bangau yang pintar bertutur kata, namun cenderung memuji diri dan selalu memanfaatkan ‘udang-udang” yang percaya pada ucapannya.
Ada kesadaran burung beo yang cenderung bangga dan berpuas diri bias berkata-kata menirukan kata-kata orang bijak tanpa tahu maknanya. - Ada kesadaran burung Pipit yang cenderung berbangga diri hidup dalam kawanan-kawanan dan kemudian membanggakan kawanannya sebagai yang paling baik dan benar.
Ada kesadaran burung Merpati yang meski mampu terbang tinggi dan jauh, cenderung gampang terbujuk oleh kemapanan sehingga menjadi hewan peliharaan yang jinak. - Yang tergagah dan terperkasa di antara kesadaran-kesadaran burung itu adalah kesadaran burung Rajawali; sebuah kesadaran yang terbang tinggi dan jauh di tengah kesenyapan angkasa, berkawan kesunyian dan keheningan, bersarang di puncak tebing karang, tidak makan jika tidak lapar, tidak minum jika tidak haus, dan selalu bertasbih memuji Penciptanya dengan suara garang digetari makna rahasia: haqq…haqq…haqq!
(Suluk Malang Sungsang, Buku 6, Agus Sunyoto, LKiS]
No comments:
Post a Comment