Pages

Tuesday, July 3, 2007

Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Posted On: 6 May 2005, 23:14
Filed In: Bacaan, Islam, Iptek
Action: Drop Comments Trackback URI Comments Feed

Tentang Artikel


Artikel ini dikutip lengkap dari Warta Sains Dan Teknologi “DIMENSI” vol. 5 no. 2 edisi Juni 2003 hal. 39 (dalam format file PDF) terbitan ISTECS Japan.
Artikel dimaksud sebagai bahan referensi pribadi dan telah melewati pengeditan seperlunya tanpa merubah maksud.

Islamisasi Ilmu Pengetahuan & Teknologi
Oleh: Adi Junjunan Mustafa,
Disarikan oleh: Nesia Andriana, pada acara diskusi bulanan KAMMI-JP, 22 Juni 2003.

tempat manusia mengecil
tak sanggup memberi ruang
tuk tumbuh pencakar-pencakar langit
tapi jiwa-jiwa manusia
tambah berkeluh kesah

1. Pengantar

Berkat ilmu pengetahuan dan teknologi, kini jarak tidak lagi menjadi masalah yang berarti dalam dimensi hidup manusia. Dunia menjadi kecil. Siapapun bisa saling bercerita panjang lebar dari dua sisi dunia yang berbeda. Semua pekerjaan rutin bisa diselesaikan dengan cepat. Tapi ternyata itu tak membuat manusia mengaku lebih bahagia. Manusia menjadi miskin terhadap perasaan kemanusiaannya sendiri. Di manakah sumber masalahnya? Manusianya? Ipteknya?

KAMMI-JP, 22 Juni 2003, dipandu Bp. Adi Junjunan, Msc (Direktur ISTECS 2002-2004, red) mengadakan sebuah bincang-bincang kecil seputar sikap Islam terhadap perkembangan iptek dewasa ini.

Sains adalah sarana pemecahan masalah mendasar setiap peradaban. Ia adalah ungkapan fisik dari world view di mana dia dilahirkan.

Maka kita bisa memahami mengapa di Jepang ­yang kabarnya sangat menghargai nilai waktu demikian pesat berkembang budaya “pachinko” dan game. Tentu disebabkan mereka tak beriman akan kehidupan setelah mati, dan tak mempunyai batasan tentang hiburan.

Kini ummat Islam hanya sebagai konsumen sains yang ada sekarang. Kalaupun mereka ikut berperan di dalamnya, maka ­– secara umum — mereka tetap di bawah kendali pencetus sains tersebut. Ilmuwan-ilmuwan muslim masih sulit menghasilkan teknologi-teknologi ­eksak — apalagi non-eksak — untuk menopang kepentingan khusus ummat Islam.

Dunia Islam mulai bangkit (kembali) memikirkan kedudukan sains dalam Islam pada dekade 70-an. Pada 1976 dilangsungkan seminar internasional pendidikan Islam di Jedah. Dan semakin ramai diseminarkan di tahun 80-an.

2. Empat pendekatan

Secara umum, dikenal 4 kategori pendekatan sains Islam:

2.1 I’jazul Qur’an.

I’jazul Qur’an dipelopori Maurice Bucaille yang sempat “boom” dengan bukunya “La Bible, le Coran et la Science” (edisi Indonesia: “Bibel, Qur’an dan Sains Modern“).

Pendekatannya adalah mencari kesesuaian penemuan ilmiah dengan ayat Qur’an. Hal ini kemudian banyak dikritik, lantaran penemuan ilmiah tidak dapat dijamin tidak akan mengalami perubahan di masa depan. Menganggap Qur’an sesuai dengan sesuatu yang masih bisa berubah berarti menganggap Qur’an juga bisa berubah.

2.2 Islamization Disciplines.

Yakni membandingkan sains modern dan khazanah Islam, untuk kemudian melahirkan text-book orisinil dari ilmuwan muslim. Penggagas utamanya Ismail Raji al-Faruqi, dalam bukunya yang terkenal, Islamization of Knowledge, 1982.

Ide Al-Faruqi ini mendapat dukungan yang besar sekali dan dialah yang mendorong pendirian International Institute of Islamic Thought (IIIT) di Washington (1981), yang merupakan lembaga yang aktif menggulirkan program seputar Islamisasi pengetahuan.

Rencana Islamisasi pengetahuan al-Faruqi bertujuan:

Penguasaan disiplin ilmu modern.
Penguaasaan warisan Islam.
Penentuan relevansi khusus Islam bagi setiap bidang pengetahuan modern.
Pencarian cara-cara untuk menciptakan perpaduan kreatif antara warisan Islam dan pengetahuan modern (melalui survey masalah umat Islam dan umat manusia seluruhnya).
Pengarahan pemikiran Islam ke jalan yang menuntunnya menuju pemenuhan pola Ilahiyah dari Allah.
Realisasi praktis islamisasi pengetahuan melalui: penulisan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam dan menyebarkan pengetahuan Islam.

2.3 Membangun sains pada pemerintahan Islami.

Ide ini terutama pada proses pemanfaatan sains. “Dalam lingkungan Islam pastilah sains tunduk pada tujuan mulia.” Ilmuwan Pakistan, Z.A. Hasymi, memasukkan Abdus Salam dan Habibie pada kelompok ini.

2.4 Menggali epistimologi1 sains Islam (murni).

Epistimologi sains Islam murni digali dari pandangan dunia dunia Islam, dan dari sinilah dibangun teknologi dan peradaban Islam. Dipelopori oleh Ziauddin Sardar, dalam bukunya: “Islamic Futures: “The Shape of Ideas to Come”” (1985), edisi Indonesia: “Masa Depan Islam, Pustaka, 1987).


Sardar mengkritik ide Al-Faruqi dengan pemikiran:

Karena sains dan teknologilah yang menjaga struktur sosial, ekonomi dan politik yang menguasai dunia.
Tidak ada kegiatan manusia yang dibagi-bagi dalam kotak-kotak: “psikologi”, “sosiologi”, dan ilmu politik.
Menerima bagian-bagian disipliner pengetahuan yang dilahirkan dari epistimologi Barat berarti menganggap pandangan dunia Islam lebih rendah daripada peradaban Barat.
1Epistimologi: teori pengetahuan, titik dari setiap pandangan dunia. Pokok pertanyaannya: “Apa yang dapat diketahui dan bagaimana kita mengetahuinya”.

3. Sepuluh Konsep

Penemuan kembali sifat dan gaya sains Islam di zaman sekarang merupakan salah satu tantangan paling menarik dan penting, karena kemunculan peradaban muslim yang mandiri di masa akan datang tergantung pada cara masyarakat muslim masa kini menangani hal ini.

Dalam seminar tentang “Pengetahuan dan Nilai-Nilai” di Stocholm, 1981, dengan bantuan International Federation of Institutes of Advance Study (IFIAS), dikemukakan 10 konsep Islam yang diharapkan dapat dipakai dalam meneliti sains modern dalam rangka membentuk cita-cita Muslim. Kesepuluh konsep ini adalah:

Paradigma Dasar:

(1) tauhid — meyakini hanya ada 1 Tuhan, dan kebenaran itu dari-Nya.
(2) khilafah — kami berada di bumi sebagai wakil Allah — segalanya sesuai keinginan-Nya.
(3)`ibadah (pemujaan) — keseluruhan hidup manusia harus selaras dengan ridha Allah, tidak serupa kaum Syu’aib yang memelopori akar sekularisme: “Apa hubungan sholat dan berat timbangan (dalam dagang)”.
Sarana:
(4) `ilm — tidak menghentikan pencarian ilmu untuk hal-hal yang bersifat material, tapi juga metafisme, semisal diuraikan Yusuf Qardhawi dalam “Sunnah dan Ilmu Pengetahuan”.

Penuntun:

(5) halal (diizinkan).
(6)`adl (keadilan) — semua sains bisa berpijak pada nilai ini: janganlah kebencian kamu terhadap suatu kaum membuat-mu berlaku tidak adil. (Q.S. Al-Maidah 5 : 8). Keadilan yang menebarkan rahmatan lil alamin, termasuk kepada hewan, misalnya: menajamkan pisau sembelihan.
(7) istishlah (kepentingan umum).

Pembatas:

(8) haram (dilarang).
(9) zhulm (melampaui batas).
(10) dziya’ (pemborosan) — “Janganlah boros, meskipun berwudhu dengan air laut”.


4. Tatanan Praktis

Dalam membangun dan mengejar perbaikan iptek dunia Islam, Sardar mengajukan 2 pemikiran dasar:

Menganalisa kebutuhan sosial masyarakat muslim sendiri, dan dari sinilah dirancang teknologi yang sesuai.
Teknologi ini dikembangkan dalam kerangka pandangan-dunia muslim.

Kenyataannya, sangat tidak mudah bekerja di luar paradigma yang dominan, lantaran kita masih terikat dan terdikte dengan disiplin-disiplin ilmu yang dicetuskan dari, oleh dan untuk Barat.

Namun paling tidak ada dua agenda praktis yang dapat dijadikan landasan: jangka pendek: membekali ilmuwan Islam dengan syakhshiyah Islamiyah, dan jangka panjang: perumusan kurikulum pendidikan Islam yang holistik.

Program perumusan kurikulum pendidikan Islam ini sudah mulai terlihat bentuknya di Indonesia, dengan lahirnya banyak sekolah sekolah Islam. Secara umum garis besarnya berlandaskan: SD: habitual; SMP: habitual dengan konsep; SMU: habitual dengan konsep dan ideologi. Diharapkan, anak anak yang dididik di sini, pasa saat memasuki universitas, sudah siap bertarung secara ideologi.

– *** –

Sumber lain yang berkaitan:

Abdul Munir Mulkhan. Dilema Madrasah di Antara Dua Dunia. Kompas. 23 November 2001.
Wan Mohd Nor Wan Daud. Filsafat dan Praktik Pendidikan Syed M. Naquib Al-Attas. Mizan. 2003. (Lihat pula resensi buku tersebut).

No comments:

Sepetak Sajak

Kau tidak menyebut nama-Ku
kau menyebut namamu

(Gatoloco, Asmaradana, Goenawan Mohammad)

----

aku ingin mencintamu dengan membabi buta-
dengan sebotol racun yang diteguk Romeo
tanpa sangsi yang membuat kematiannya jadi puisi

aku ingin kau mencintaiku dengan membabi buta
dengan sebilah belati yang ditikamkan Juliet
ke dada sendiri yang membuatnya jadi abadi

(Aku Ingin, Autobiografi, Saut Situmorang)