
duduk bersilang di persimpangan
menghirup wangi secangkir kopi yang baru di seduh
teriring sepoi angin menebar amoniak menusuk hidung
debu-debu pembangunan, asap-asap hitam kemajuan,
terlahir dari persalinan cerobong-cerobong malam
merangkaki paru-paru jalan
tumpah ruah di ambang batas kesadaran
memicu sedu di got-got jalanan, di rumah sakit-rumah sakit, dan di tanah pembaringan sunyi
inikah tuntutan zaman
persetubuhan revolusi industri dan dzikir sufi
yang menutup jalan-jalan besar, di makam-makam para moyang
mengabadikan maqom kekuasaan di atas kesenjangan
melaju di compang-camping jalan rombeng
menikmati sensasi delman berrekreasi
kemana berlari materi-materi kaya industri
mengantar kota untuk berkosmetika
lalu, dalam sebuah harian mereka bersabda:
”bukankah kosmetika itu kepalsuan”
”sikap mental lebih diutamakan”
itukah akhirnya pengakuan keteladanan disematkan
debu-debu pembangunan, asap-asap hitam kemajuan
sunyi menikam di derai tawa yang sewaktu-waktu sirna
Kota Pudak, 26 September 2007
No comments:
Post a Comment