Pages

Wednesday, October 24, 2007

Matahari Pengagum Malam


- untuk Ibu -

duduk di beranda bersama senja
mengurai getir genangan silam
jelang larut pada malam penuh gemawan

sudahlah Ibu,
yang telah pergi tak kan kembali
takdir sunyi tlah menghampiri
pada tiap-tiap yang berjiwa

menatapmu adalah samudra sunyi
menyimpan kelam di dasar hati
atas alir air keruh duka yang bermuara
dari anak-anak sungai perjuangan

adalah engkau, ibu
matahari pengagum malam
tersipu-sipu malu sembunyi diri
pada senjakala hari
mengintip malam di fajar hari

adalah engkau,ibu
matahari pengagum malam
sinarmu akan tetap mengabadi
pada tiap relung – relung sunyi


Kota Pudak, 23 Oktober 2007

1 comment:

-Filantropy- said...

Hiks... Membaca puisimu ini membuatku kangen pada Ibu di Indonesia. :(
Apakabarmu, Ibu...
Anakmu selalu menitipkan salam Piramida
kepadamu, Ibu...

Aku merindukan belaian kasihmu, Ibu!

I love you, Ibu!!!

So much...

Sepetak Sajak

Kau tidak menyebut nama-Ku
kau menyebut namamu

(Gatoloco, Asmaradana, Goenawan Mohammad)

----

aku ingin mencintamu dengan membabi buta-
dengan sebotol racun yang diteguk Romeo
tanpa sangsi yang membuat kematiannya jadi puisi

aku ingin kau mencintaiku dengan membabi buta
dengan sebilah belati yang ditikamkan Juliet
ke dada sendiri yang membuatnya jadi abadi

(Aku Ingin, Autobiografi, Saut Situmorang)