Pages

Friday, February 1, 2008

Dalam SapaMu

detik-detik yang terhenti sunyi terbaring menikmati panas dan gigil tubuh yang datang tibatiba sehabis subuh, sementara di luar, langit hanya terdengar gaungnya.

sebuah tari-tarian di tenggorokan mengikuti jejak rancak gamelan di ringkih dada senandungkan simfoni duka terus menggerus berat tubuh yang semakin lusuh

hei, mengapa sepertinya engkau terus saja mengintai di situ? ada kabar apa dari Tuhanmu? Tuhan kita juga, apakah engkau juga menunggu aba-abaNya hingga hanya mengintai-intai disitu saja

dengar, sudah sejak lama juga aku ingin mengenal Ia setelah seringkali sebuah sapa aku terima, bahkan sejak di belia usia tetapi tak pernah ku temui jejak pertanda yang melegakan sukma.

sang pengintai: tolong sampaikan, ingin rasanya menolak sapaNya yang membuat aku tak nikmat menyeduh dunia, tak jenak memandang maya. sementara diluar, pohon-pohon hanya terdengar gemeretaknya.

mungkin ini hanya sebuah angan sederhana, tepat di saat Engkau menyapa, kupinta aliri saja dadaku dengan muatanMu hingga menjadi lapang menerima segala yang sempat datang, tak meratapi yang telah pergi, tak ada keluh, tak ada lenguh, hanya suara-suara tersekat mensyukuri segala bala’ dan duka menjadi sebuah nikmat jiwa.


Kota Pudak, 1 Februari 2008

No comments:

Sepetak Sajak

Kau tidak menyebut nama-Ku
kau menyebut namamu

(Gatoloco, Asmaradana, Goenawan Mohammad)

----

aku ingin mencintamu dengan membabi buta-
dengan sebotol racun yang diteguk Romeo
tanpa sangsi yang membuat kematiannya jadi puisi

aku ingin kau mencintaiku dengan membabi buta
dengan sebilah belati yang ditikamkan Juliet
ke dada sendiri yang membuatnya jadi abadi

(Aku Ingin, Autobiografi, Saut Situmorang)