Pages

Wednesday, December 17, 2008

Menugal Ladang Kerontang

ladang-ladang hati kami telah kering kerontang oleh kemarau tauladan panjang hingga dendang dendam ketidakadilan mengakar-tunggang menyulur menjalar meretakkan pilar-pilar.

kami tak pernah berharap lebih dengan turunnya deras hujan, hanya musim labuh dengan rinai yang rintik dan sengat matahari tak begitu terik pun kami syukuri agar kami dapat menugal ladang-ladang hati kami sendiri menyemaikan biji-biji harap masa depan sebagai zikir lelaku kami bersama dan atas nama Tuan kami.

namun labuh pun sering salah musim dan kami hanya bisa menyalahkan cuaca tanpa bisa berbuat apa-apa. kami hanya dapat mengeja ketika angin gemetar menebar benih-benih pedih setelah mereka menugal ladang-ladang malang kami.

lalu tersemailah tunas-tunas duka menggayut di lindap muka menyembul api dibalik dada sewaktu-waktu menyulut membakar ladang-ladang kerontang mengirim asap merintikkan mata.

begitulah berabad-abad telah lewat kami saksikan kepedihan dalam dendam sejarah selalu berdarah-bernanah oleh ulah tetua-tetua kami.

masa lalu telah mengajari agar kami harus kokoh dan tak boleh roboh menggenggam Tugal kami sebagai pegangan menyemai bibit kehidupan, pedoman tanwujud mengakrabi maut.



Gresik, 17 Desember 2008

No comments:

Sepetak Sajak

Kau tidak menyebut nama-Ku
kau menyebut namamu

(Gatoloco, Asmaradana, Goenawan Mohammad)

----

aku ingin mencintamu dengan membabi buta-
dengan sebotol racun yang diteguk Romeo
tanpa sangsi yang membuat kematiannya jadi puisi

aku ingin kau mencintaiku dengan membabi buta
dengan sebilah belati yang ditikamkan Juliet
ke dada sendiri yang membuatnya jadi abadi

(Aku Ingin, Autobiografi, Saut Situmorang)